Selasa, 19 Oktober 2010 | By: Kang Jarrod

ETIKA DAN SIMBOLIK DIBALIK WAYANG KULIT


Wayang Kulit - Mitos atau Realitas?
Tulisan Etika dan Simbolik Dibalik Wayang Kulit sebetulnya sudah selesai pada tulisan ke 10. Pada sesi 11 ini rencananya hanya akan berisi Daftar Pustaka yang mendasari tulisan saya. Tapi karena saya membaca buku “Atlantis The Lost Continent Finally Found” karangan Prof. Arysio Santos (Geolog & Fisikawan Nuklir Brazil), saya ingin mengupas sedikit tentang mitos dan realitas dari keberadaan wayang kulit di Indonesia sehubungan dengan pendapat bahwa benua Atlantis adalah Indonesia. Disamping tentunya juga Daftar Pustaka yang mendasari keseluruhan tulisan perihal wayang kulit ini.

Dalam bukunya Prof. Arysio Santos meyakini bahwa Atlantis yang hilang adalah Indonesia pada saat sebelum jaman es, ketika pulau-pulau di Indonesia masih bersatu dengan Asia yang merupakan pusat peradaban manusia (note: lihat peta). Dengan teori geologi yang dibuktikan dengan pengamatan satelit, suatu peradaban yang maju yang mungkin terjadi pada masa sebelum jaman es hanya bisa terjadi di daerah tropis. Sedangkan pada masa itu daerah subtropis seperti Eropa masih ditutupi es, tidak memungkinkan suatu kehidupan apalagi suatu peradaban yang maju. Dari segi logika masuk akal, tentu saja teorinya masih harus mendapatkan dukungan bukti-bukti arkeologi yang lebih nyata.
Note:
1). Atlantis sendiri adalah cerita dari Plato (427SM – 347SM) tentang keberadaan benua Atlantis yang sudah punya peradaban tinggi yang tengelam didasar laut, kemudian para pahlawan berhati luhur yang selamat menyebar membawa peradaban keseluruh dunia.
2) Benua Amerika adalah “invisible” bagi peradaban kuno yang berada di Asia maupun Eropa, sampai ditemukan oleh Christopher Columbus pada tahun 1492. Oleh karena itu Samudra Atlantik oleh peradaban kuno termasuk didalamnya Samudra Pacific. Samudra Pacific baru ada setelah ditemukan Benua Amerika.

Yang menarik buat saya didalam bukunya, Prof. Arysio Santos becerita banyak tentang sumber cerita pewayangan yaitu Ramayana, Mahabharata, dan Pustaka Raja Purwa. Tiga sumber utama cerita pewayangan di Jawa. Bahkan menterjemahkan kerajaan Alengkadireja di Ramayana terletak di Sumatera sebelum gunung Toba meletus bukan Sri Langka yang sering disebut oleh sumber di India.
Note:
a. Pustaka Raja Purwa karangan R. Ng. Ronggowarsito (1802 – 1873) adalah serat pedalangan versi Solo, sedangkan versi Jogja adalah Serat Purwakhanda karangan Sri Sultan Hamengkubuwana V (1822 – 1855), sedangkan versi Mangkunegaran adalah Serat Pedhalangan Ringgit Purwa hasil karya KGPAA Mangkunegara VII (1916 – 1944).
b. Para dalang di Jawa lebih melihat buku Pustaka Raja Purwa, Purwakhanda, atau Pedhalangan Ringgit Purwa sebagai sumber cerita wayang, dibandingkan dengan buku Ramayana atau Mahabharata.

Hal ini yang menimbulkan suatu spekulasi bagi saya bahwa ada kemungkinan memang ada kaitannya antara Pustaka Raja Purwa dengan Ramayana dan Mahabharata. Bukan dalam pengertian saat ini yang umum berlaku, yaitu Pustaka Raja Purwa adalah cerita yang dikembangkan dari cerita Ramayana dan Mahabharata. Tapi malahan sebaliknya, sumber ceritanya telah berkembang di Jawa secara turun temurun dalam bentuk pementasan wayang kulit, kemudian dibukukan menjadi Pustaka Raja Purwa, Purwakanda dan Pedalangan Ringgit Purwa. Sama sekali proses yang berbeda dengan keberadaan Ramayana dan Mahabharata yang berasal dari India walaupun menceritakan hal yang sama.

Kalau kita mengamati cerita wayang di Pustaka Raja Purwa / Purwakanda / Pedhalangan Ringgit Purwa adalah sangat detil, jauh lebih detil dari cerita Ramayana dan Mahabharata. Kalau kita mengacu pada teori Prof. Arysio Santos bahwa pusat peradaban berasal dari Indonesia, justru orang-orang India yang berasal dari Indonesia yang selamat dari akibat tsunami dikarenakan meletusnya gunung Krakatau yang mengakhirinya jaman es, mengembangkan peradaban di India, kemudian menulis cerita pra-tsunami dalam dua episode cerita yaitu buku Ramayana dan Mahabharata, oleh karena itu lebih ringkas dibandingkan dengan sumber cerita yang sama di Jawa. Sudah barang tentu cerita ataupun legenda akan lebih detil apabila lebih dekat dengan sumbernya.

Karena pusat peradaban tengelam, yang selamat adalah mereka yang hidup di dataran tinggi yang saat ini adalah pulau-pulau di Indonesia saat ini. Sedangkan yang hidup di pulau Jawa tidak mungkin meneruskan peradaban tulis yang sudah ada dan tenggelam, jadi cerita didalam bentuk legenda dari mulut ke mulut dari generasi ke genersai maupun lebih diabadikan lagi dalam bentuk pementasan wayang kulit yang akhirnya menjadi buku Pustaka Raja Purwa maupun yang lain-lainnya.

Baru belakangan sejalan dengan tumbuhnya kerajaan Hindu di Jawa, buku Ramayana dan Mahabharata datang bersamaan dengan pengaruh penyebar agama Hindu dari India. Keberadaan buku Ramayana dan Mahabharata di Jawa hanya sebagai pembanding, karena cerita yang sama dan lebih lengkap sudah ada di Jawa dalam bentuk pementasan wayang kulit.

Teori Prof. Arysio Santos, bisa merupakan suatu cerita baru tentang legenda para pahlawan berbudi luhur yang bersumber dari peradaban Atlantis yang hilang, yang kemudian menyebar ke seluruh dunia. Menurut bukunya sudah ada paling tidak tiga siklus peradaban dunia yang hilang dikarenakan bencana alam yang sangat besar:

1. Bencana tsunami maha besar diakibatkan oleh meletusnya gunung Toba yang terjadi pada kurang lebih 75.000 tahun sebelum Masehi. Sehingga gunung Toba menyisakan kaldera sangat luas yang berupa danau Toba saat ini. Peradaban pra tsunami ini kemungkinan adalah yang diceritakan dalam episode Ramayana.

2. Bencana tsunami maha besar diakibatkan oleh meletusnya gunung Krakatau yang mengakhiri jaman es pada kurang lebih 11.000 tahun sebelum Masehi. Yang mengakibatkan gunung Krakatau tenggelam dan hanya kelihatan puncaknya di Selat Sunda saat ini. Peradaban pra tsunami ini kemungkinan adalah yang diceritakan dalam episode Mahabharata.

3. Bencana tsunami maha besar diakibatnya mencairnya es di puncak gunung Himalaya yang terjadi sekitar 3.000 tahun sebelum Masehi yang mejadikan peta India dan Indonesia seperti saat ini. Periode rekonstruksi peradaban yang hilang yang menjadi peradaban yang ada seperti sekarang ini.

Dulunya India dan Indonesia adalah menjadi suatu kesatuan kerajaan maha luas yang berpusat di Indonesia yang saat ini diperkirakan sebagai Atlantis yang tenggelam di Palung Sunda (Laut China Selatan dan Laut Jawa) ketika pulau-pulau di Indonesia masih bersatu dengan benua Asia.

Hal ini menimbulkan suatu spekulasi bahwa kisah Ramayana dan Mahabharata adalah memang kisah sebenarnya yang bukan terjadi di India. Karena sampai saat ini belum diketemukan suatu bukti yang cukup meyakinkan bahwa cerita ini terjadi di India. Ramayana dan Mahabharata adalah masih merupakan mitos di India.

Begitu juga sama kondisinya di Jawa, cerita pewayangan begitu hidup di masyarakat Jawa, dan kita bisa memetakan tempat-tempat di Jawa yang dari cerita turun-temurun merupakan tempat terjadinya cerita Ramayana dan Mahabharata. Hal ini juga masih mitos yang belum meyakinkan untuk dijadikan suatu dasar kebenaran sebagai fakta sejarah. Dalam bukunya The History of Java – Thomas Stamford Rafles memuat peta Jawa berdasarkan mitos Mahabharata (note: lihat peta).

Tentu saja teori Prof. Arysio Santos, bisa jadi akan menjungkirbalikkan cerita asal usul manusia dan peradaban dunia. Karena teori Prof. Arysio Santos walaupun masih merupakan teori yang harus dibuktikan dengan penemuan arkeolgi yang lebih meyakinkan. Bagi saya, teori ini bisa menjelaskan banyak legenda-legenda aneh yang ada di masyarakat Jawa pada khususnya, umpamanya:

1. Buku Babad Tanah Jawi menceritakan silsilah raja-raja Jawa berasal dari Nabi Adam dan seterusnya termasuk para dewa dan tokoh-tokoh dunia pewayangan sampai dengan raja-raja di Mataram, mungkin bukan sekedar mitos, didalamnya mengandung realitas, kalau memang peradaban berasal dari Indonesia.

2. Pustaka Raja Purwa adalah kisah pewayangan versi Jawa, yang ada kemungkinan berupa kisah yang memang berdasarkan realitas terjadi di bumi Indonesia pada masa sebelum Atlantis tenggelam. Cerita ini karena diabadikan dalam bentuk budaya wayang kulit secara turun temurun, bisa bercerita jauh lebih detil dari pada buku Ramayana dan Mahabharata versi India.

3. Kecenderungan bangsa Indonesia yang sinkretis adalah karena sumber peradaban ada di Indonesia (Ibu Peradaban). Jadi peradaban yang datang kemudian bukan sesuatu yang aneh buat bangsa Indonesia, pasti bisa diterima, tapi peradadan asli bangsa Indonesia masih tetap lestari. Ini adalah makna cerita legenda Sangkuriang di daerah Sunda dan legenda cerita Watu Gunung didaerah Jawa Tengah/Jawa Timur. Anak yang memperistrikan ibunya sendiri, sang anak tidak percaya karena telah bekeliling dunia, selalu berjalan menuju matahari terbit, sang ibu yang awet muda mengajukan syarat yang berat buat sang anak kalau mau memperistrikan ibunya yang akhirnya sang anak gagal memperistrikan ibunya. Buat penulis makna legenda ini adalah kecenderungan budaya sinkretis bangsa Indonesia. Anak yang hilang setelah keliling dunia kembali pada Ibu Peradaban.

4. Cerita tentang tempat-tempat terjadinya kisah pewayangan memang tejadi di Indonesia, banyak terdapat didesa-desa di Jawa yang diceritakan secara turun temurun, mungkin bukan mitos belaka tapi ada unsur realitasnya, walaupun memerlukan pembuktian lebih lanjut.

5. Cerita Sunan Kalijaga ketemu Yudhisthira di hutan Glagahwangi, mungkin bukan cerita bikinan, tapi memang realitas. Apa seseorang yang sudah menjadi wali berbohong? Karena peradaban sprituil yang tinggi memungkinkan seseorang hidup abadi atau berumur sangat panjang. Peradaban sprituil yang semacam ini masih sangat hidup di Jawa, yaitu explorasi roh menuju kepada kesempurnaan, karena roh bersifat abadi. Agama yang datang belakangan, sudah banyak yang meringankan ibadah kepada Yang Maha Kuasa, walaupun sudah diringankan masih banyak yang kesulitan untuk menjalankan. Apalagi ibadah yang bersifat menyempurnakan roh yang sangat jauh lebih berat, yang saat ini kebanyakan dijalankan oleh para sufi. Pada umumnya agama-agama yang datang belakangan melarang pembicaraan masalah roh. Sedangkan pengetahuan spiritual di Jawa adalah justru roh harus diexplorasi menuju kesempurnaan kembali ke pada asal mulanya. Mungkin pengetahuan mengenai roh pada masa lalu telah banyak disalah gunakan oleh manusia, sehingga terjadi hukuman berupa hancurnya peradaban manusia seperti gelombang tsunami dengan tenggelamnya peradaban Atlantis.

6. Penduduk Jawa umumnya sangat trumatis pada laut selatan. Ada kemungkinan merupakan sisa trumatis tsunami pada masa lalu, adat istiadat para penduduk pantai selatan Jawa yang menunjukkan trauma terhadap laut:
a. Adanya legenda Nyai Loro Kidul penguasa laut selatan yang ditakuti.
b. Ada adat istiadat yang mengharuskan semua rumah di daerah pantai laut selatan bahkan hampir di seluruh rumah di pedesaan di Yogyakarta harus menghadap ke selatan. Bukan menghadap ke jalan, tapi harus menghadap ke selatan. Ini adalah suatu bentuk kewaspadaan terhadap bahaya yang berasal dari laut.
c. Ada larangan adat istiadat mendirikan bangunan terlalu dekat dengan pantai (sekitar 1 km dari pantai dibiarkan kosong).
Sudah barang tentu larangan adat-istiadat yang masih saya rasakan pada saat saya kecil sudah tidak digubris lagi saat ini, oleh karena itu jangan disalahkan kalau Pantai Parangtritis dan Pantai Pangandaran disapu tsunami.

7. Orientasi darat bangsa Indonesia - pada umumnya walaupun hidup dikepulauan bangsa Indonesia berorientasi ke darat terutama pulau-pulau di Indonesia bagian Barat. Teori Prof. Aryso Santos bisa menjelaskan, karena masa lalu bangsa Indonesia adalah suatu kerajaan benua yang besar, sampai saat ini orientasinya adalah negara benua bukan negara laut. Ini terbukti dengan pengembangan Angkatan Darat yang lebih maju, bukan Angkatan Lautnya. Pembangunanpun berorientsai ke darat bukan pengembangan pembangunan kelautan. Bahkan menyebut tanah tumpah darah Indonesia sebagai ibu pertiwi (pertiwi berarti tanah). Walaupun pada masa kerajaan Majapahit berhasil dirubah, setelah itu kembali ke asal mulanya lagi. Ini sejalan dengan teori psikologi yang mengatakan bahwa seseorang dibawah tekanan cenderung akan memperlihakan pembawaan aslinya. Tekanan penjajahan Belanda menyebabkan suatu reaksi otomatis dari bangsa Indonesia berorientasi ke darat kembali. Kembali pada asal mula kebiasan awal bangsa Indonesia sebagai kerajaan benua. Hal ini masih sangat sulit dirubah sampai saat ini, sampai bangsa Indonesai bisa menghilangkan trauma penjajahan, kembali menjadi bangsa merdeka yang mengembangkan orientasinya secara rational sesuai dengan realitas yang ada.

Buku dari Prof. Arysio Santos ini bisa merupakan titik balik dari persepsi asal mula peradaban manusia yang selama ini selalu di claim berasal dari Barat dengan para filsuf Yunani sebagai sumbernya. Tapi Plato sendiri bercerita bahwa sudah ada peradaban jauh sebelum itu yaitu di benua Atlantis yang tenggelam dua kali. Hal ini yang secara spekulatis bisa diterjemahkan sebagai budaya Ramayana dan budaya Mahabharata yang memang ada jeda waktu antara keduanya. Sedangkan jeda waktu antara kisah Ramayana dan kisah Mahabharata ini tidak ada yang tahu persis. Kemungkinan besar adalah siklus peradaban manusia diantara bencana tiga tsunami besar yang pernah menimpa dunia seperti yang dikemukakan oleh Prof. Arysio Santos.
Bagi kita di bangsa Indonesia, menurut penulis bisa menyikapi penemuan Prof. Arysio Santos dengan paling tidak dua hal, yaitu:

1. Mencari bukti yang lebih konkrit bahwa teori ini benar yang bisa dijadikan modal sebagai kebanggaan nasional. Ini adalah tugas berat dari arkeolog maupun sejarawan Indonesia. Karena apa yang kita ketahui saat ini tentang Indonesia dimasa lalu lebih banyak bersumber dari literatur Belanda dan hasil penyelidikan para peneliti Barat yang ada kemungkinan bias dengan superiority bangsa Barat yang cenderung merendahkan kemampuan bangsa Timur dan menganggap bahwa peradaban subtropis lebih unggul dibandingkan dengan peradaban tropis.

2. Indonesia pernah tenggelam dalam tiga tsunami super dahsyat. Menurut buku ini pada tsunami letusan gunung Krakatau yaitu siklus ke-2 gelombang tsunami yang menengelamkan Atlantis, 20 juta nyawa melayang, jauh lebih dahsyat dari tsunami di Aceh yang merengut 400 ribu nyawa. Peradaban manusia mulai dari nol kembali, karena sisa-sisa yang hidup tidak cukup mampu merekam semua peradaban yang ada dan melaksanakan dalam bentuk nyata, oleh karena hanya tersisa legenda-legenda, yang sudah barang tentu secara terus menerus dari generasi ke genersi mengalami distorsi.
Bisa disimpulkan bahwa kawasan di Indonesia sangat rawan tsunami. Sungguh mengherankan bahwa kesadaran adanya bahaya tsunami baru terjadi setelah ada tsunami di Aceh yang dalam periode sangat singkat merenggut 400 ribu nyawa. Ini adalah kurang lebih 5.000 tahun setelah terjadi tsunami hebat akibat melelehnya gunung es Himalaya (menurut Prof. Arysio Santos).
Sebagai kewaspadaan, bukan tidak mungkin tsunami maha dahsyat akan melanda Indonesia kembali yang akan menyisakan lebih sedikit pulau lagi yang bernama Indonesia. Ini sangat mungkin terjadi apabila, manusia Indonesia tidak mau kembali pada tingkahlaku yang lebih baik dari yang saat ini. Karena yang selamat menurut legenda Atlantis dari Plato adalah para pahlawan berhati luhur yang menyebarkan perdaban keseluruh dunia. Ini sangat relevan dengan peringatan R. Ng. Ronggowarsito dalam Serat Kalatida untuk selalu eling dan waspada. Atau lengkapnya:
• Nawung krida, kang menangi jaman gemblung, iya jaman edan, ewuh aya kang pambudi, yen meluwa edan yekti nora tahan.
Artinya: Untuk dibuktikan, akan mengalami jaman gila, yaitu jaman edan, sulit untuk mengambil sikap, apabila ikut gila/edan tidak tahan.
• Yen tan melu, anglakoni wus tartamtu, boya keduman, melik kalling donya iki, satemahe kaliren wekasane.
Artinya: Apabila tidak ikut menjalani, tidak kebagian untuk memiliki harta benda, yang akhirnya bisa kelaparan.
• Wus dilalah, karsane kang Among tuwuh, kang lali kabegjan, ananging sayektineki, luwih begja kang eling lawan waspada.
Artinya: Sudah kepastian, atas kehendak Allah SWT, yang lupa untuk mengejar keberuntungan, tapi yang sebetulnya, lebih beruntung yang tetap ingat dan waspada (tetap berbudi pekerti baik dan luhur).

Setelah membaca buku ini, mitos-mitos yang saya baca dengan kesenangan saya membaca naskah-naskah Jawa Kuno yang sudah dilatinkan (Note: Termasuk membaca buku-buku almarhum ayah saya yang semuanya pakai huruf Jawa), mitos-mitos ini seolah-olah menemukan realitasnya. Banyak mitos-mitos menjadi masuk akal apabila peradaban manusia memang berasal dari Indonesia. Akan menemukan realitasnya apabila kita bisa menemukan temuan-temuan arkelologi yang lebih meyakinkan.

Karena sejarah bangsa Indonesia sebelum tarih Masehi masih sangat gelap, belum ada fakta yang konkrit. Hanya samar-samar dari berbagai sumber ada negara yang bernama Jawa Dwipa yang diartikan sebagai pulau Jawa punya peradaban yang sangat maju dan kaya raya dimasa lalu.

0 komentar:

Posting Komentar